Minggu, 11 Agustus 2013

Info Gereja: Maria Diangkat ke Surga

Pesta St. Perawan Maria Diangkat Ke Surga



Pada hari ini, kita merayakan peristiwa iman: “Maria Diangkat Ke Surga”. Kita diajak Gereja untuk merenungkan perbuatan besar yang dikerjakan Allah bagi Maria, Bunda Kristus dan Bunda seluruh umat beriman. Kita percaya bahwa Maria telah dipilih Allah sejak awal mula untuk menjadi Bunda Putera-Nya, Yesus Kristus. Untuk itu Allah menghindarkannya dari noda dosa asal dan mengangkatnya jauh di atas para malaikat dan orang-orang kudus.

Gereja percaya bahwa Allah mengangkat Maria ke surga dengan jiwa dan badan, karena peranannya yang luar biasa dalam karya penyelamatan dan penebusan Kristus. Kebenaran iman ini dimaklumkan sebagai dogma dalam Konstitusi Apostolik Munificentissimus Deus oleh Paus Pius XII (1939 – 1958) pada tanggal 1 November 1950. Maklumat ini dapat dipandang sebagai ‘mahkota’ perkembangan devosi dan teologi seputar masalah ini.

Dogma ini sama sekali tidak menentukan apa-apa sehubungan dengan kematian Maria. Tidak diketahui secara pasti apakah Perawan terberkati ini meninggal; tetapi kalau toh terjadi, kematiannya tentu tidak disertai dengan ketakutan dan penderitaan sebagaimana biasanya dialami manusia, bahkan sebaliknya diliputi ketenteraman dan kegembiraan sebagai suatu perpindahan dari dunia ke dalam keabadian. Dogma ini pada hakikatnya bertumpu pada iman umat sejak dahulu kala, bukannya pada satu teks Alkitab tertentu.

Dalam Konstitusi Apostolik itu, paus menyatakan, “Kami memaklumkan, menyatakan dan menentukannya menjadi suatu dogma wahyu ilahi, bahwa Bunda Allah yang Tak Bernoda, Perawan Maria, setelah menyelesaikan hidupnya di dunia ini, diangkat dengan badan dan jiwa ke dalam kemuliaan surgawi.”

Di antara tahun 1849 – 1950, Vatikan dikirimi banyak sekali permohonan dari segala penjuru dunia agar kepercayaan akan Maria Diangkat ke Surga diumumkan secara resmi sebagai dogma. Pada tanggal 1 Mei 1946, Paus Pius XII (1939 – 1958) mengirim kepada para uskup sedunia ensiklik Deiparae Virginis; di dalamnya paus menanyakan para uskup sedunia sejauh manakah mereka setuju agar dogma itu benar-benar dimaklumkan. Jawaban para uskup hampir senada, yaitu positif.

Paus bertitik tolak dari persatuan mesra antara Maria dengan Yesus, Puteranya, khususnya semasa Yesus masih kecil. Persatuan itu diyakini sebagai tidak mungkin tidak diteruskan selama-lamanya; tak mungkin Maria yang melahirkan Yesus dapat terpisah dari Yesus secara fisik. Selaku Puteranya, Yesus tentu menghormati ibu-Nya, bukan hanya Bapa-Nya.

Tanda-tanda pertama ibadat kepada Santa Maria Diangkat ke Surga, ditemukan para ahli di kota Yerusalem dalam masa awal Gereja Kristen. Pesta Maria Diangkat ke Surga sudah popular sekali di kalangan Gereja Timur pada abad VIII.

Konsili Vatikan II bicara juga tentang Dogma Maria Diangkat ke Surga. Konsili mengatakan, “Akhirnya, sesudah menyelesaikan jalan kehidupannya yang fana, Perawan Tak Tercela, yang senantiasa kebal terhadap semua noda dosa asal, diangkat ke kejayaan surgawi dengan badan dan jiwanya.” (LG no. 59). Dalam Lumen Gentium no 68 tertulis, “Bunda Yesus telah dimuliakan di surga dengan badan dan jiwa, dan menjadi citra serta awal penyempurnaan Gereja di masa datang. Begitu pula dalam dunia ini – sampai tiba hari Tuhan (bdk. 2Ptr 3: 10) – ia bersinar gemilang sebagai tanda harapan yang pasti dan tanda hiburan bagi Umat Allah yang sedang berziarah.”

Yesus yang sungguh Allah dan sungguh manusia sekarang bertahkta di surga sebagai Raja yang kepada-Nya telah diserahkan segala kekuasaan di surga dan di dunia. Dan Maria, ibu-Nya yang menyertai Dia dengan setia dalam seluruh karya-Nya di tengah-tengah manusia kini bertahkta juga di surga sebagai Ratu Surgawi, yang mendoakan kita di hadapan Putera-Nya dan menolong kita dalam semua kedukaan kita. Di dalam Yesus dan Maria, keluhuran martabat manusia tampak dengan cemerlang. Kecemerlangan martabat manusia itu bukan terutama karena keagungan manusia di antara ciptaan lainnya melainkan terutama karena karya penebusan Yesus Kristus, Putera Maria dan persatuan mesra dengan-Nya.

Pengangkatan Maria ke surga dengan badan dan jiwa menunjukkan juga kepada kita betapa tingginya nilai tubuh manusia di hadapan Allah karena penebusan Kristus dan persatuan erat mesra dengan-Nya. Oleh penebusan dan persatuan itu, tubuh kita tidak sehina tubuh hewan karena sudah dikuduskan oleh Kristus. Oleh karena itu sudah sepantasnya kita menghormati tubuh kita dan tubuh orang lain. Sehubungan dengan itu, biasamya kita berdoa, “Bunda Maria yang tak bernoda, murnikanah badanku dan sucikanlah jiwaku.”

sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun

Kamis, 08 Agustus 2013

Visi Keuskupan Sinode II

 MEWUJUDKAN GEREJA PARTISIPATIF

Setiap kali masuk ke dalam gereja St. Yosep, kita langsung dihadapkan pada tulisan spanduk di atas altar “Visi Keuskupan Pangkalpinang: UMAT ALLAH KEUSKUPAN PANGKALPINANG, DIJIWAI OLEH ALLAH TRITUNGGAL MAHAKUDUS, BERTEKAD MENJADI GEREJA PARTISIPATIF”.

Pemampangan tulisan di atas altar bukanlah tanpa maksud atau bertujuan gaya saja, melainkan agar setiap kali datang ke gereja, umat membacanya, meresapinya dan menghayatinya, sehingga terwujud visi tersebut. Kalimat panjang visi itu sebenarnya bisa disederhanakan menjadi “Menjadi GEREJA PARTISIPATIF.”

Bagaimana kita dapat mewujudkan Gereja Partisipatif? Pertama-tama kita harus paham dulu dua kata tersebut.

Gereja Partisipatif
Gereja adalah umat Allah. Gereja adalah anggota Tubuh Mistik Kristus. Anggota itu disatukan melalui sakramen-sakramen (LG No 7). Sebagaimana tubuh memiliki banyak anggota, namun tetap satu tubuh, demikian juga dengan Gereja (bdk. 1Kor 12: 1 – 12). Secara sederhana dapat dikatakan bahwa Gereja itu adalah saya, Anda dan sekaligus juga kita. Jadi, Gereja memiliki dimensi personal (saya, Anda) dan sekaligus juga kolektif (kita).

Kata “partisipatif” mengacu pada makna berperan serta dalam suatu kegiatan. Kata ini dapat disamakan dengan kata “aktif”. Karena ini, pada kata “partisipatif” tidak ada istilah diam atau pasif. Apapun yang dilekatkan dengan kata “partisipatif” berarti harus bergerak aktif dalam aksi.

Karena itu, Gereja Partisipatif bisa dipahami, secara personal, saya dan/atau Anda berperan serta dan aktif, bukan diam menunggu apalagi pasif. Gereja Partisipatif bisa dipahami, secara kolektif, kita berperan serta dan aktif, bukan diam menunggu apalagi pasif. Berperan serta dalam hal apa? Kita dapat berperan serta atau ambil bagian dalam duka dan kecemasan, derita dan kegembiraan anggota Gereja serta membangun suatu dunia yang dilandasi cinta, damai dan keadilan. (bdk. MGP, no. 159).  Dengan kata lain, kita diminta untuk mau tertawa dengan sesama yang bergembira, dan menangis dengan sesama yang berduka.

Tiga Bintang
Apa kriteria Gereja Partisipatif? Saya bisa dikatakan Gereja Partisipatif atau Anda bisa dikatakan Gereja Partisipatif atau kita bisa dikatakan Gereja Partisipatif jika terdapat tiga bintang sebagai satu kesatuan. Tiga bintang itu adalah:
1.      Berpusat pada Kristus
2.      Berkomunio
3.      Bermisi

Jadi, jika dalam hidup saya sudah berpusat pada Kristus, saya terlibat dalam komunitas dan saya juga terlibat dalam misi, maka saya adalah Gereja Partisipatif. Jika dalam hidup Anda sudah berpusat pada Kristus, Anda terlibat dalam komunitas dan Anda juga terlibat dalam misi, maka Anda adalah Gereja Partisipatif. Dan jika dalam hidup kita sudah berpusat pada Kristus, kita terlibat dalam komunitas dan kita juga terlibat dalam misi, maka kita adalah Gereja Partisipatif.

Bintang 1: Berpusat pada Kristus
Berpusat pada Kristus berarti menjadikan Kristus sebagai sumber kehidupan Gereja (saya, Anda, dan sekaligus juga kita), pusat pelayanan dan tujuan hidup Gereja. (lih. MGP, no. 161).

Menjadikan Kristus sebagai sumber berarti saya, Anda, dan sekaligus juga kita selalu mengawali setiap aktivitas kehidupan dalam Kristus. Saya, Anda dan sekaligus juga kita, selalu menimba kekuatan dari Kristus dalam setiap awal kegiatan. Kristus itu bisa dijumpai dalam Kitab Suci, Ekaristi dan doa devosi. Jadi, jika sebelum beraktivitas saya, Anda dan sekaligus juga kita, membaca Kitab Suci (karena Kitab Suci paling mudah dan dekat) untuk mencari tahu apa kata Yesus hari ini untuk saya, Anda dan sekaligus juga kita, maka kita sudah menjadikan Kristus sebagai sumber. Bisa juga dengan berdoa kepada Kristus, mohon berkat dan perlindungan.

Menjadikan Kristus sebagai pusat pelayanan atau kegiatan artinya ajaran, semangat dan hidup Kristus mewarnai setiap karya saya, Anda dan sekaligus juga kita. Jadi, jika misalnya hari ini kita membaca Kitab Suci dan menemukan apa kata Tuhan, maka perkataan Tuhan itu hendaknya mewarnai kehidupan kita hari ini.

Menjadikan Kristus sebagai tujuan berarti apapun yang saya, Anda dan sekaligus juga kita kerjakan demi kemuliaan Tuhan. Atau juga seperti yang dikatakan Yesus, “segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.” (Mat 25: 40).

Bintang 2: Berkomunio
Berkomunio berarti berkomunitas. Keuskupan kita sedang menggalakkan Komunitas Basis Gerejawi (KBG) sebagai bentuk cara menggereja yang baru. Jadi berkomunio berarti terlibat dalam kegiatan KBG.

Karena itu, saya baru dapat dikatakan Gereja Partisipatif jika saya terlibat aktif dalam kegiatan KBG. Anda baru dapat dikatakan Gereja Partisipatif jika Anda terlibat aktif dalam kegiatan KBG.

Dalam berkomunio pertama-tama ada saling kenal, bukan sekedar identitas saja melainkan juga kehidupan dan kebutuhan. Dalam berkomunio itu ada juga komunikasi yang dialogal, bukan monologal. Komunikasi dialogal berarti komunikasi dua arah: saling berbicara dan saling mendengarkan.

Harus disadari bahwa satu komunitas itu beragam, baik suku, status sosial, pekerjaan, umur, dll. Keragaman ini harus menjadi kekayaan, bukan bahan perpecahan. Agar dalam keragaman ini, komunio bisa berjalan, maka dibutuhkan sikap rendah hati, lemah lembut, sabar, saling mengasihi, saling membantu, saling menghormati, tidak membalas dendam, solider, dan sikap kemuridan. (lih. MGP, no. 173).

Bila dalam KBG saya, Anda dan sekaligus juga kita dapat mewujudkan komunio, maka KBG kita menjadi “Gereja Domestik” yang adalah sakramen keselamatan. (bdk. MGP, no. 179).

Bintang 3: Bermisi
Gereja adalah Tubuh Mistik Kristus, dan kita adalah anggotanya. Saya dan Anda sudah disatukan dengan Kristus melalui sakramen. Penyatuan itu membuat saya dan Anda ambil bagian dalam tugas perutusan Kristus.

Karena itu, saya dapat dikatakan Gereja Partisipatif jika saya bergiat dalam karya pastoral, baik di lingkungan Gereja maupun di luar. Anda dapat dikatakan Gereja Partisipatif jika Anda bergiat dalam karya pastoral, baik di lingkungan Gereja maupun di luar. Dan kita, sebagai anggota KBG, dapat dikatakan Gereja Partisipatif jika kita bergiat dalam karya pastoral, baik di lingkungan Gereja maupun di luar. Karya pastoral ini misalnya seperti bakti sosial, kunjungan orang sakit, membantu sesama, dll.

Saya dan juga Anda dapat bermisi secara personal dan juga secara kolektif dalam KBG. Sekalipun personal, kita tak bisa dipisahkan dari Kristus. Karya misi yang dilakukan harus bersumber, berpusat dan bertujuan demi kemuliaan Kristus.

Bermisi ini bisa saja lewat kata-kata, misalnya menasehati rekan yang malas, menegur teman yang menyontek, menghibur orang sakit, dll. Bermisi juga bisa lewat perbuatan, misalnya membantu dengan dana orang yang berkekurangan, bakti sosial, donor darah, dll. Bermisi bisa pula lewat sikap hidup, misalnya sikap rendah hati, pemaaf, lemah lembut, tidak egois, sikap mau berbagi, dll.

Gereja Partisipatif Dinamis
Gereja Partisipatif yang mau diwujudkan bukanlah bersifat statis, dalam arti sekali aksi selesai. Bukan berarti bahwa dengan menampilkan 3 bintang dalam satu kegiatan sehingga kita menjadi Gereja Partisipatif maka selesai. Gereja Partisipatif itu haruslah dinamis, tidak hanya sekali aksi saja, melainkan berlangsung seterusnya.

Tiga bintang sebagai kriteria Gereja Partisipatif haruslah merupakan kesatuan yang tak terpisahkan. Ketiga bintang itu harus dijalankan, baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri. Dan ketiga bintang itu harus tetap menjadi pedoman setiap langkah hidup kita.

Sabtu, 03 Agustus 2013

Pembangunan Gereja Baru

PEMBANGUNAN GEREJA BARU paroki st yosep tanjung balai karimun

Tahun ini umat Paroki St Yosep berencana untuk membangun gedung gereja dan pastoran baru. Pembangunan ini merupakan suatu keharusan karena beberapa alasan. Gedung gereja yang lama sudah tidak memadai lagi. Ada banyak bagian dari gedung yang sudah lapuk dimakan usia. Hal yang sama juga dengan gedung pastorannya. Gedung gereja dan pastoran yang sekarang ini termasuk kategori tua. Usianya sudah lebih dari 60 tahun.

Selain itu juga bangunan gereja yang lama sudah tidak bisa lagi menampung jumlah umat yang kian bertambah banyak. Untuk menampung umat yang banyak saat misa, paroki mengambil kebijakan dengan menambah atas di samping gereja. Saat ini untuk kegiatan perayaan ekaristi sebagian besar umat duduk di luar. 

Inilah foto gedung gereja St Yosep Tanjung Balai Karimun yang lama.


Dengan alasan di atas, maka direncanakanlah pembangunan gedung gereja dan juga pastoran yang baru. Gedung gereja yang baru akan mengambil motif etnis China. Ini diambil sebagai bentuk penghormatan terhadap warga etnis China mengingat awal mula benih iman Katolik yang ada di paroki St Yosep Tanjung Balai Karimun khususnya dan Kepulauan Riau pada umumnya berasal dari warga keturunan China. Orang-orang China-lah yang menanamkan benih iman Katolik itu.

Inilah model bangunan gereja St Yosep yang baru


Kami, warga paroki St Yosep Tanjung Balai Karimun, sangat mengharapkan bantuan dari bapak-ibu, saudara/i dan hantai taulan untuk mempercepat terwujudnya harapan kami. Bantuan Anda dapat disalurkan ke nomor rekening Panitia Pembangunan Gereja:

BANK MANDIRI - KCP Tanjung Balai Karimun
No. 109-00-1251218-2
a.n. Sally Silvia Levis

Atas kemurahan hati, kebaikan dan juga sumbangan Anda, kami menghaturkan limpah terima kasih. Doa kami menyertai Anda.....