St. Yosef : Tokoh Tanpa Suara
oleh: P. William P. Saunders *
St Yosef
sungguh merupakan seorang tokoh tanpa suara dari Perjanjian Baru.
Sebagai contoh, Injil tidak mencatat sepatah kata pun yang diucapkan
oleh St Yosef. Namun demikian, apa yang dilakukan santo besar ini
sepanjang hidupnya demi Tuhan menyuarakan semuanya. Agar dapat
menghargai serta memahami perannya dalam karya keselamatan, kita perlu
memeriksa Injil.
St Yosef “berasal dari keluarga dan keturunan Daud” (Luk 2:4).
Karena leluhurnya ini, St Yosef merupakan penghubung antara perjanjian
lama yang dibuat dengan Abraham dan Musa, dengan perjanjian baru yang
sempurna dan abadi, yang akan dibuat melalui darah Yesus. Ia mengakhiri
gagasan tanah perjanjian para bapa bangsa serta kerajaan Raja Daud, dan
mempersiapkan jalan bagi Yesus, sang Mesias, yang akan membangun
kerajaan baru, yaitu Kerajaan Allah dan Tanah Perjanjian yang baru -
bukan suatu kerajaan duniawi dengan benteng-benteng dan angkatan
bersenjata, melainkan kerajaan yang ada dalam diri orang yang hidup
dalam Allah, hidup sekarang yang akan mencapai kesempurnaannya di Surga.
St Matius mengidentifikasikan Yosef sebagai “seorang yang tulus hati.”
Teks dalam bahasa aslinya mempergunakan kata adil atau benar, yang
secara lebih baik menggambarkan bahwa ia hidup seturut ketentuan Allah,
dengan melakukan perintah-perintah-Nya dan meneladani kasih-Nya.
St
Yosef pertama kali muncul dalam Injil dalam kisah awal mula kelahiran
Yesus. Sementara Injil St Lukas memberikan penekanan pada kabar sukacita
kepada Maria, Injil St Matius memberikan penekanan pada St Yosef.
Dikisahkan bahwa St Yosef bertunangan dengan Maria ketika ia mendapati
bahwa tunangannya itu mengandung. Patut diingat bahwa dalam masyarakat
Yahudi, apabila sepasang muda-mudi telah bertunangan secara resmi dan
memaklumkan niat mereka di hadapan dua saksi, mereka dianggap telah
menikah sebagai suami isteri. Biasanya setelah satu tahun masa
pertunangan, mempelai pria datang ke rumah mempelai wanita dalam suatu
upacara meriah dan memboyong mempelai wanita ke rumahnya di mana mereka
melangsungkan pernikahan dan hidup bersama sebagai suami isteri.
(Tradisi ini menjadi dasar dari perumpamaan tentang lima gadis bodoh
dalam Mat 25). Karena St Yosef belum tahu akan rencana Allah, tetapi
mendapati bahwa tunangannya telah mengandung bukan dari dirinya, Injil
mengatakan bahwa “ia bermaksud menceraikannya dengan diam-diam” (Mat 1:19).
Menurut Hukum Taurat, St Yosef dapat mengajukan Maria agar dihukum
rajam hingga tewas karena perzinahan (bdk Ulangan 22). Jika St Yosef
saja mengetahui bahwa Maria mengandung, apakah gosip di kota kecil itu
tidak membicarakannya? Orang hanya dapat membayangkan betapa malu dan
terlukanya hati St Yosef. Betapa ia pastilah patah hati!
Tetapi,
malaikat Tuhan menampakkan diri kepada St Yosef dalam mimpi, mengatakan
kepadanya bahwa Maria mengandung dari kuasa Roh Kudus, dan memintanya
untuk mengambil Maria sebagai isterinya dan Yesus sebagai Putranya
sendiri. Tanpa banyak tanya ataupun ragu-ragu, St Yosef melakukan
seperti yang diperintahkan malaikat. Lagi, di sini kita melihat
pentingnya peran St Yosef: Ia harus mengambil Yesus sebagai Putranya
sendiri dan memberinya nama, dengan demikian memberi-Nya pengakuan sah
sebagai Puteranya dan menjadikan-Nya pribadi yang sah.
Patut
dicatat bahwa pemahaman akan Kabar Sukacita seperti di atas merupakan
pemahaman menurut tradisi Gereja. Sebagian orang beranggapan bahwa St
Yosef telah mengetahui bahwa Maria mengandung dari kuasa Roh Kudus dan
karenanya merasa tak layak, bahkan takut, untuk menikahinya dan menerima
tanggung-jawab ini; sebab itulah, ia bermaksud untuk menceraikannya
secara diam-diam. Tetapi, jika demikian, mengapa kemudian malaikat
mengatakan kepada St Yosef dalam mimpi bahwa Maria telah mengandung dari
kuasa Roh Kudus? Karenanya, pemahaman menurut tradisi Gereja masih
tetap merupakan tafsiran yang terbaik.
St
Yosef menunaikan tugas kewajibannya dengan gagah berani. Sepanjang
Injil, ia dengan setia dan tanpa ragu mentaati perintah-perintah Tuhan:
membawa keluarganya ke Mesir agar aman dari murka Raja Herodes; kembali
ke Nazaret; membawa Puteranya ke Bait Allah untuk disunatkan dan
dipersembahkan kepada Allah; dan menempuh perjalanan ke Yerusalem untuk
merayakan hari raya Paskah.
St
Yosef menerima tanggung-jawab panggilannya - dengan menjadi seorang
suami dan ayah yang setia. Ia memberikan yang terbaik yang dapat
dilakukannya bagi keluarganya, entah itu berarti kandang di Betlehem
ataupun rumah di Nazaret. Walau Injil tidak banyak memberikan informasi
mengenai kehidupan Keluarga Kudus di Nazaret, kita dapat menyimpulkan
bahwa mereka adalah orang-orang sederhana: ketika St Yosef dan Bunda
Maria mempersembahkan Yesus di Bait Allah, mereka mempersembahkan dua
ekor anak burung merpati sebagai korban, suatu pengecualian yang
diperuntukkan bagi keluarga-keluarga miskin yang tak mampu
mempersembahkan kurban anak domba seperti yang diwajibkan.
Guna
menghidupi keluarganya, St Yosef bekerja sebagai seorang tukang kayu.
Kata yang dipergunakan dalam Injil aslinya adalah “tekton” yang artinya
“pengrajin” atau “tukang”, karenanya dapat juga berarti bahwa ia seorang
tukang bangunan ataupun seorang tukang kayu. Sebagai seorang ayah
Yahudi yang baik, St Yosef mewariskan keahliannya kepada Putranya, dan
sesungguhnya Yesus dikenal sebagai “anak tukang kayu” (Mat 13:55) dan “tukang kayu” (Mrk 6:3).
Meskipun
St Yosef bukanlah ayah Yesus secara fisik, namun di luar itu ia adalah
seorang ayah dalam arti sepenuhnya. Lagipula, sebagai seorang ayah
Yahudi yang baik, ia bertanggung-jawab atas pendidikan religius
Putranya, termasuk mengajari-Nya membaca Kitab Suci. St Yosef pastilah
seorang teladan yang baik hati dan gagah bagi Yesus, mengingat bahwa
Allah Bapa telah mempercayakan PutraNya ke dalam pemeliharaannya.
Terkahir,
pastilah Yesus amat mengasihi serta menghormati St Yosef dan Bunda
Maria, seperti ditulis dalam Injil, setelah mereka menemukan-Nya dalam
Bait Allah, Yesus pulang kembali ke Nazaret dan “tetap hidup dalam asuhan mereka” (Luk 2:51). Singkat kata, St Yosef dengan murah hati mengesampingkan segala kepentingan dirinya sendiri demi kebaikan keluarganya.
Menurut
tradisi, St Yosef wafat sebelum Yesus memulai pewartaan-Nya di depan
publik. Keyakinan ini didasarkan pada dua pokok pikiran utama: pertama,
St Yosef tidak pernah muncul selama pewartaan Yesus di depan umum
seperti yang dilakukan Bunda Maria, misalnya saat perjamuan nikah di
Kana; dan kedua, dari salib, Yesus mempercayakan pemeliharaan BundaNya
kepada St Yohanes Rasul, menunjukkan bahwa BundaNya telah menjadi janda
tanpa adanya anak-anak lain untuk memeliharanya. Juga menurut tradisi,
St Yosef wafat dengan didampingi Yesus dan Bunda Maria. Karena alasan
inilah, St Yosef biasa dimohon bantuan doanya untuk kematian yang
bahagia. Meskipun tidak didefinisikan oleh Magisterium, St Fransiskus de Sales
(wafat thn 1622) yakin bahwa St Yosef diangkat jiwa dan raganya ke
surga: “Adakah yang dapat kita katakan sekarang selain daripada, tak
mungkinlah kita ragu bahwa santo yang mulia ini menikmati ganjaran
berlimpah di surga bersama Dia yang begitu mengasihinya dan
mengangkatnya ke sana, jiwa dan raganya; itulah yang hampir pasti
terjadi sebab tak ada pada kita reliquinya di sini, di dunia. Bagiku
tampaknya tak dapat orang meragukan kebenaran ini; sebab bagaimana
mungkin Ia menolak memberikan rahmat ini kepada St Yosef, ia yang
senantiasa taat selalu sepanjang hidupnya?”
Santa dan santo besar lainnya mempunyai devosi mendalam kepada St Yosef: St Bernardinus dari Siena
(wafat thn 1444) menyampaikan khotbahnya, “Ia dipilih oleh Bapa yang
kekal sebagai pelindung yang dapat diandalkan dan penjaga harta
pusaka-Nya yang termulia, yaitu, Putra Ilahinya dan Maria. Ia
melaksanakan panggilannya ini dengan ketaatan penuh hingga akhirnya
Tuhan memanggilnya dengan berkata, `Mari, hambaku yang baik dan setia,
masuklah ke dalam sukacita Tuan-mu'”.
St Theresia dari Avila
(wafat thn 1582) dalam Riwayat Hidupnya menulis, “Aku menjadikan St
Yosef pembela dan pelindungku, aku mempercayakan diriku sepenuh hati
kepadanya. Ia datang menolongku dengan cara yang paling nyata. Bapa
tercinta dari jiwaku ini, pelindungku terkasih ini, bergegas menarikku
keluar dari situasi yang dapat melemahkan tubuhku, seperti ia
merenggutku dari mara bahaya yang lebih besar dari alam lain yang
membahayakan kehormatan dan keselamatan kekalku! Dan menyempurnakan
sukacitaku, ia senantiasa menjawab doa-doaku lebih dari yang aku mohon
dan harapkan. Aku tidak ingat, bahkan sekarang, bahwa aku pernah memohon
sesuatu kepadanya yang tidak ia perolehkannya bagiku. Aku terpesona
atas kemurahan luar biasa yang Tuhan anugerahkan kepadaku melalui santo
yang kudus ini, dan atas segala mara bahaya di mana Ia telah membebaskan
aku, baik tubuh maupun jiwa.”
Di masa-masa terakhir ini, Beato Broeder Andre Bessette (wafat
1937) memiliki devosi yang amat mendalam kepada St Yosef. Semasa masih
seorang pemuda, ia bermimpi; dalam mimpinya ia melihat sebuah gereja
yang dibangun di suatu tempat yang tak dikenalinya. Dari mimpinya ini,
ia terinspirasi untuk membangun sebuah gereja yang indah demi
menghormati St Yosef di Mount Royale di Montreal, Kanada. Sekarang ini,
Oratorium St Yosef merupakan gereja terbesar di seluruh dunia yang
dipersembahkan kepada St Yosef. Beato Andre tidak pernah menyatakan
gereja ini sebagai proyek-“nya”; sebaliknya ia mengatakan, “Dari diriku
sendiri, aku bukan apa-apa. Tuhan memilih orang yang paling bodoh. Jika
ada seorang lain yang lebih bodoh dari aku, pastilah Allah yang baik
akan memilihnya.” Melalui perantaraan St Yosef, Beato Andre melakukan
berbagai penyembuhan, tetapi ia menyatakan, “St Yosef-lah yang
menyembuhkan. Aku ini hanya anjing kecilnya.” Hidup Beato Andre
mencerminkan devosi sejati kepada St Yosef: seorang yang sederhana,
pendiam, rendah hati, yang melayani Tuhan dan keluarga-Nya, yaitu
Gereja.
Para
paus selama abad-abad Gereja juga mengakui peran penting St Yosef: Paus
Pius IX memaklumkan St Yosef sebagai Pelindung Gereja Katolik (1870).
Paus
Leo XIII dalam “Quamquam Pluries” (1889) menulis, “St Yosef adalah
pelindung, penyelenggara, pembela yang sah dari rumah tangga ilahi yang
dipimpinnya. Dengan demikian, wajarlah dan sudah sepantasnyalah bagi St
Yosef bahwa, seperti ia di masa silam senantiasa memenuhi segala
kebutuhan Keluarga Nazaret yang ia naungi dalam perlindungannya yang
kudus, juga sekarang ia menaungi dengan perlindungan surgawinya serta
membela Gereja Yesus Kristus.”
Paus Yohanes Paulus II dalam “Redemptoris Custos” (1989) mendorong umat beriman untuk memandang St Yosef dalam abad kita yang sulit ini: “Perlindungan
ini sepatutnyalah dimohonkan karena senantiasa diperlukan Gereja, bukan
hanya sebagai pembela melawan segala mara bahaya, melainkan juga, dan
sungguh terutama, sebagai daya dorong bagi komitmennya yang telah
diperbaharui untuk evangelisasi di dunia dan evangelisasi kembali di
tanah-tanah dan bangsa-bangsa di mana “agama dan kehidupan Kristen
dahulunya berkembang dan … sekarang dihadapkan dengan ujian yang berat” …. Kiranya
St Yosef menjadi bagi kita semua seorang guru yang luar biasa dalam
melayani misi keselamatan Kristus, suatu misi yang merupakan tanggung
jawab dari setiap dan masing-masing anggota Gereja: para suami dan para
isteri, para orangtua, mereka yang hidup dengan bekerja dengan tangan
mereka atau dengan pekerjaan lain apapun, mereka yang dipanggil ke dalam
kehidupan kontemplatif dan mereka yang dipanggil ke dalam karya
kerasulan.”
Yang
terakhir, St Yosef dihormati dalam liturgi Gereja. Sejak disahkannya
kekristenan pada tahun 313 M, Misa telah dipersembahkan guna
menghormatinya, dimulai dari Timur. Paus Yohanes XXIII pada tanggal 13
November 1962 menginstruksikan agar nama St Yosef dimasukkan dalam Kanon
Romawi (Doa Syukur Agung I), sebagai pengakuan yang pantas bagi
Pelindung Gereja Universal. Di samping itu, Hari Raya St Yosef pada
tanggal 19 Maret merupakan hari raya wajib bagi seluruh Gereja universal
(Kitab Hukum Kanon No. 1246). Pada tahun 1955, Paus Pius XII menetapkan
Pesta St Yosef Pekerja pada tanggal 1 Mei guna menghadirkan
St Yosef sebagai teladan bagi segenap pekerja dan guna memberikan
penekanan pada martabat sejati sumber daya manusia untuk mengimbangi
perayaan “Hari Buruh” di negara-negara komunis.
Kiranya
masing-masing kita menghormati serta menghargai teladan St Yosef,
mengandalkan doa-doanya guna menolong kita di jalan keselamatan.
* Fr. Saunders is pastor
of Our Lady of Hope Parish in Potomac Falls and a professor of
catechetics and theology at Christendom's Notre Dame Graduate School.
sumber : “Straight Answers: St. Joseph: The Silent Figure” by Fr. William P. Saunders; Arlington Catholic Herald, Inc; Copyright ©2006 Arlington Catholic Herald. All rights reserved; www.catholicherald.com
diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin The Arlington Catholic Herald.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar